Monday, September 3, 2007

tidak pernah bisa sepertinya

Menjadi apa dan bagaimana ketika dewasa adalah sebuah pilihan jalan hidup yang kadang ga' bisa dimengerti oleh orang lain, temen terdekat bahkan keluarganya sekalipun. Berangkat dari begitu banyak persamaan kami saling memahami hampir disemua hal. Kami mengawalinya sejak SMP kelas 1, dengan NEM yang sama persis hingga sampai ke komanya ternyata orang tua kami juga saling kenal karena dalam satu organisasi jadilah kami sebagai sepasang sahabat yang saling membantu dalam banyak hal.

Kolaborasi yang apik menjadikan kami sepasang "preman" yang cukup dikenal, tiada hari tanpa perang mulut dengan temen co' yang suka belagu, kadang dengan "sedikit rayuan" ke temen ce' qt juga "minta tolong" dibeliin jajan di kantin (make duit qt juga sih, cuman males aja jalan ke kantin), segala bentuk proses nyontek juga qt kuasai dengan lihai tanpa pernah diketahui. Perburuan cinta dan permasalahan di rumah sudah menjadi hal wajib yang harus saling diketahui. Untuk masalah cinta emang qt agak berbeda, karena dia lebih mudah berpindah hati dan cenderung asal-asalan nerima pacar, sedangkan gw seperti dah pernah gw bilang males pacaran. Masih tetap satu SMA walaupun beda kelas tidak membuat persahabatan qt turun bahkan ketika gw kuliah di Unsoed dan dia sempet tersendat 1 tahun kemudian kuliah di LP3I Jakarta qt tetep saling berbagi bahkan sampai detik ini.

Berbeda dengan gw yang dari dulu kadar keimanannya cenderung datar (atau malah turunnnnnn) sejak kerja di sebuah pabrik di cikarang ada perubahan-perubahan dalam berpakaian dan ketika memutuskan untuk menikah gw n keluarganya ikut shock karena temenku menuntut adanya hijab untuk tamu undangan. Namun selain pakaiannya, tidak ada yang berubah dalam persahabatan kami, dia tetep bisa nerima gw yang masih belum juga "terselamatkan" dan obrolan qt-pun tetep asyik.

Didalam hati gw menyimpan begitu banyak keprihatinan dengan jalan hidup yang sekarang ditempuhnya, dengan 2 anak yang masih kecil-kecil dia total mengurus anaknya tanpa bantuan berarti dari suaminya yang punya segudang kesibukan dakwah, bahkan suaminya minta nambah 4 anak lagi. Tiap minggu suaminya hanya menyempatkan dirumah selama 2 hari, 5 hari lainnya dihabiskan untuk mengaji hingga malam, pulang terus tidur dan pagi sudah siap kerja lagi. Rumahnya kecil, kotor dan tidak terawat karena hanya mengandalkan satu orang yang bertugas mengurus anak dan mengurus rumah. Temenku tidak pernah pergi tanpa ijin suaminya, bahkan ketika ada acara ngumpul dengan temen-temen yang lain suaminya memilih tidak ikut karena adanya percampuran laki dan perempuan dalam acara tersebut dan akibatnya temenku lebih disibukkan ngurusin anaknya daripada ngobrol ma temen-temennya. Daripada dia yang kerepotan, gw n beberapa temen lainnya memilih untuk ngumpul dirumahnya..

Bagaimana mungkin dia bisa hidup seperti itu? Gw dulu selalu ngebayangin dia bakal hidup enak dengan suami yang menjamin kehidupannya karena secara fisik dia sangat manis dan punya banyak fans yang berkualitas. Tapi dia bilang lebih memilih akhirat. Yup!! itu sebuah hal yang sangat jauh dalam bayangan gw.

Keindahan akhirat dalam bayangan gw tidak harus ditempuh dengan kesengsaraan di dunia. Gw menjadi sangat kagum dengan keberanian dan ketabahannya menjalani semua itu, sebuah pilihan hidup yang tidak pernah gw bayangain akan dijalaninya. Totalitas sebagi istri yang mengabdikan hidup untuk suami dan anaknya adalah hal yang sangat sulit untuk dijalani. Oke-lah kalo suami bisa mencukupi semua kebutuhan dan memberikan hidup yang nyaman, untuk melepaskan pekerjaan dan konsentrasi jadi ibu rumah tangga bukan pilihan sulit buat gw. Tapi kalo harus menerima tawaran hidup seperti itu gw ga' sanggup... apa dengan hidup enak qt tidak bisa melakukan kebaikan??

3 comments:

jaya said...

muda bahagia, tua kaya raya, mati masuk surga.......

Anonymous said...

InsyaAllah sahabat lo salah satu istri soleha amin3x.

Anonymous said...

@jaya: yup yup yup!!! happy ever after!
@anonymous: insyaallah begitu, sedangkn gw ... mgk brakhir jd istri pk soleh aja:D

Disini, untuk Sebuah Janji

Generasi masa kini mungkin telah memiliki pemikiran yang terbuka dalam mendefinisikan kewajiban anak kepada orang tua. Dari banyak opini di ...