Saturday, May 26, 2012

You Picked Me

“MA!! Ma… lo didalem kan?? “

Sebuah teriakan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan untuk menjangkau ruangan yang tidak terlalu besar. Faizal, pemuda lajang dengan kriteria high quality jomblo karena anugerah wajah ganteng campuran sunda-padang dan awal karir yang bagus sebagai system analyst dan dosen di universitas swasta memasuki kamar yang ditempati Rima dan Dini. Ia melewatkan ruang tamu mungil dan toilet yang tertutup, matanya segera tertuju pada tempat tidur yang dihiasi tumpukan kertas.

“Riii Maaaaa!” Kali ini teriakannya jelas dibuat-buat
“Teriak-teriak ka’ dipasar aja. Make salam kali bang!! “
“Yaellah Ma, masa’ di kamar hotel make salam, entar dikira mo ngadain pengajian.”
 Sebuah tangan menyembul dari balik tempat tidur.
“Gw disini”
“Hehh gila lo, bikin kaget aja! gw pikir ada penunggu lainnya” 
Faizal segera menghempaskan tubuhnya dikasur yang empuk dan kemudian berguling hingga kepalanya berada disisi tempat tidur dimana Rima sedang menghadapi laptop dengan posisi tengkurap. Sebuah senyum manis menyapanya
“Telat lo cal, temen-temen dah pada naik ke puncak”
“Heehh.. gak pada setia kawan nih.. dah diajak kesini e.. malah ditinggalin. Untung tadi masih sempet ketemu Dini jadi bisa masuk kamar lo. Koq lo ga’ ikut?”

Rima hanya menjawab dengan mengarahkan kedua telunjuknya pada layar laptop yang berhiaskan file-file office. Rima bersama seluruh staf DELTA memang sedang menikmati liburan 3 hari yang digagas kantor. Walaupun disebut family gathering tapi Rima dan 2 project manager DELTA sejatinya hanya berpindah kantor, karena deadline submit proposal sebuah project besar telah menanti dalam hitungan kurang dari 3 x 24 jam. Draft yang sudah beberapa kali revisi masih tetap kurang sana sini setiap diajukan ke Pak Ismangil dedengkot DELTA Consultant. Kadang ia membenci semua kesibukan yang mengurungnya, kadang ia merasa iri ketika teman lamanya menikmati pekerjaan sekaligus menikmati hasil kerjanya dengan berbagai petualangan mengasyikkan namun ketika ia mengambil jatah cutinya untuk berlibur justru ia merindukan telfon mendesak atau email urgent. Beberapa temannya yang bekerja di pemerintahan memberikan stempel workaholic kepadanya. Buat Rima dan teman sekantornya, kesibukan yang mereka lakukan justru menyenangkan, usia yang masih muda memang harus dibuat seproduktif mungkin.  Bahkan Rima dan beberapa teman di DELTA walaupun sudah disibukkan dengan pekerjaan kantor mencoba peruntungan lain dengan membentuk usaha kecil-kecilan yang dimulai dengan rental warnet kemudian berkembang menjadi penyedia jasa training.

“Sante atuh bu!! Kita digiring kesini buat relaks, kerjaan kan cuma jadi bumbu. Sante, tenang… Belanda masih jauh!!”
“IYA! Belanda emang jauh, tapi pak Is ada dikamar sebelah siap mecat gw kalo proposalnya lum kelar!”
Faizal tergelak mendengar nada suara orisinal dari Rima, jutek!
“Emang kenapa pak Is pengen ketemu gw?”
“Intinya ya seperti sms gw itu, Pak Is pengen lo masuk jadi tim kami” 
Jemari Rima menari sebentar di atas keyboardnya menyimpan hasil kerjanya dan mengangkat badannya untuk kemudian duduk dilantai dan menyandarkan punggungnya pada dinding tepat berhadapan dengan Faizal.


“Bukan hanya sebagai tenaga outsource tapi karyawan tetap DELTA. Beliau siap memberikan penawaran lebih dari apa yang lo dapet sekarang di Centrum baik jabatan, gaji juga beasiswa S2.  Kalo prestasi kerja lo memuaskan bukan cuma bonus yang pastinya bakal berlipat-lipat tapi juga kepemilikan saham bisa lo dapet. Kasarnya… DELTA mau membajak lo dari Centrum dengan tawaran yang menurut gw sangat menggiurkan. Menurut lo sendiri gimana?”
“Whao!! Tawaran yang menarik.”
“Baguslah kalo lo ngliatnya begitu, kalo lo ga’ tertarik gw yang bingung musti gimana mbujuk lo”
Rima bernafas lega dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Tugasnya untuk membujuk Faizal masuk dalam barisan tim DELTA ternyata tidak sesulit dugaannya.
“Eh tolong dikoreksi kalimat terakhir lo!”
nada suara Faizal yang meninggi seketika merenggut senyum Rima dan kali ini hanya tertinggal wajah kebingungan
“Bukan membujuk! Tapi gimana merayu abang Faizal… coba di ulangi yayang Rima!”
tawa Rima meledak menggema diseluruh ruangan, ia bahkan sampai menjatuhkan badannya ke lantai yang dingin sambil memegangi perutnya, Mual!! Namun ia kembali menjadi serius ketika dilihat wajah datar Faizal mempertahankan tampang sok seriusnya, maka Rima-pun kembali duduk dan menampilkan wajah tak kalah serius.

“Benar Bang, Pak Is minta adinda merayu Abang Faizal untuk bergabung bersama kami. Sudilah kiranya Abang menghabiskan sisa hidup Abang bersama kami.  Cobalah abang pikirkan betapa merana adinda tanpa kehadiran abang, siapa yang hendak dinda maki, siapa lagi yang bisa mempersingkat proses looping data, siapa pula yang akan dinda ajak begadang. Hanya kepada Bang Faiz…. dinda.. Whuahahaha…”
Kali ini Rima dan Faizal tidak bisa lagi menahan mimic serius mereka, keduanya tertawa sambil menahan kram perut. Masih sambil menahan tawanya Faizal turun dari kasur dan duduk dihadapan Rima

“Sumpah Ma, lo sama sekali ga’ romantis!” katanya sambil menjitak lembut kepala Rima
“Hehh.. tawaran yang menarik tapi gw ga’ tertarik Ma, dan lo ga’ perlu mengeluarkan rayuan dangdutmu itu. Gini.. gw udah punya rencana sendiri tentang sekolah dan karir gw, dan sampai saat ini gw masih merasa nyaman kerja di Centrum. Okelah mungkin apa yang gw dapet sekarang bakal kalah jauh kalo gw nrima tawaran kerja ini tapi ada hal yang sepertinya ga’ bakal bisa gw raih kalo bisa gabung disini”
“Lo ga’ suka kerja bareng ma kita?”
“Suka… suka banget malah. Baru di DELTA gw merasakan lingkungan kerja yang bukan hanya melulu kerja, walopun sering lembur, walopun dikejar deadline yang ga’ ada habisnya. Bertemu kalian yang menderita cacat mental dan persahabatan yang kalian miliki itu suatu hal yang amazing. Beneran Ma, gw betah koq di DELTA. Apalagi waktu lo masuk ke tim IT, sumpah gw baru nemuin sosok galak dan tegas yang emang dibutuhkan para programmer untuk selalu ontime. Gw suka kerja ma elo Ma”
“Eh tolong dikoreksi kalimat terakhir lo!” kali ini giliran Faizal yang dibuat bengong oleh nada tinggi Rima
“Tolong diulangi Bapak Faizal. Gw suka ma elo Ma…” senyuman menggoda dan mata yang dibuat sok genit membalikkan ledekan Faizal sebelumnya dan kali ini Faizal yang tergelak. Tanpa diduga Rima sebelumnya, Faizal bangkit dari duduknya dan dalam posisi jongkok kedua tangannya memegang pipi Rima dan mendaratkan sebuah ciuman dipipi kiri Rima

“Gw suka ama elo Ma…. Benar-benar suka and thank to you udah membuka jalan buat gw ngungkapin apa yang gw simpen 5 bulan ini. Ma…”
Faizal mengguncang pelan kepala Rima berharap dapat merontokkan rasa kaget dari wajah bulatnya.
“Cium balik gw kalo lo ga suka ma gw!”
Kali ini kalimatnya berhasil menarik ujung bibir Rahma dan memutar sedikit bola matanya. Sambil menurunkan kedua tangan Faizal dari pipinya Rima menarik nafas pendek dan mengenduskannya dengan tajam seolah ingin menyapu Faizal dari hadapannya.
“Masih sempet elo ya becandain gw, mo mati duduk tau!”
“Gw serius Ma!” potong Faizal
“Sumpah gw cinta ma elo! Dan gw ga’ mau dengerin lagu ini!”
Faizal menutup laptop Rima sehingga Evenesance yang sedang meratapi kepergian kekasihnya melalui lagu “Immortal” segera mengakhiri konser tunggalnya.  “Lo ga’ perlu ndengerin Immortal lagi, yang udah pergi ya udah biarin aja pergi.”

Rima kembali dibuat kaget dengan tindakan spontan Faizal, ia hampir tidak mempercayai Faizal yang dikenalnya selama ini sebagai sosok pria yang bertindak dan bersikap seperti menjalankan SOP alias Standard Operational Procedure, semua serba teratur dan terencana. Ketika pertama kali datang ke DELTA Faizal minim kosakata lucu dan guyonan jahil sehingga kalau ada anak DELTA yang melucu biasa saja dia sudah tertawa paling kencang dan paling lama. Walaupun sedikit banyak mulai ketularan sikap santai dan gokil tapi untuk beberapa hal dia masih sesuai SOP, termasuk masalah cewek. Semua beranggapan Faizal sudah memiliki pacar sehingga tidak ada menggodanya untuk dijodohkan dengan cewek DELTA. Kini dihadapannya sosok cowok ganteng itu memberinya kejutan demi kejutan yang cukup membuat hatinya berdegup kencang. Masih melekat kuat dalam ingatannya, 5 bulan lalu ketika pertama kalinya dia dimasukkan ke project IT Faizal adalah orang pertama yang ia omeli habis-habisan karena hasil presentasi buruk tim DELTA 3. Faizal adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pembuatan Sistem Informasi Keuangan dan ketika presentasi demo sistem tersebut kacau, jajaran manager langsung mengadakan rapat mendadak. Rima yang selama ini hanya menangani project-project yang terkait dengan research tiba-tiba dimasukkan dalam project IT, menggeser rekan kerjanya yang dengan sangat menyesal terkena pemecatan. 2 hari ia membaca semua berkas-berkas pekerjaan, di bantu dengan manager IT dan system analyst mereka menemukan banyak kesalahan dalam sistem delivery dan monitoring pekerjaan. 5 bulan yang lalu ia duduk dengan muka masam di hadapan Faizal, saat ini ia duduk bersila di hadapan Faizal yang menatapnya dengan tajam, ia masih belum sadar sepenuhnya dari rasa kagetnya.

“Gw tahu 2 minggu ini lo lebih memilih kerja sendirian bukan karena report, proposal atau persiapan presentasi akhir project kita. Lo lagi patah hati kan? Gw ga’ peduli lo sedih karena siapa karena toh gw dah bertanya sana sini love story lo, ga’ da satupun temen kantor yang tahu. Gw selalu merhatiin sikap lo, 2 bulan terakhir ini lo jarang marah dan ketika lo mulai mengurangi fungsi monitoring lo dengan menyerahkan ke Dini, Evan dan Ayu gw yakin ada yang ingin lo jauhin. Sempet berpikir kalo lo ngindarin gw hehehe…. Biasa lah orang baru pesona baru kan berpeluang juga menumbuhkan cinta baru, ehm!"
Faizal berusaha melucu berharap mencairkan sedikit ketegangan di wajah Rima. Belum berhasil.... Faizal pun melanjutkan analisanya
"Tapi setelah lo dengan alesan penyusunan proposal mega proyek dan reporting penagihan termin terakhir membajak sebuah ruangan untuk kerja sendirian gw sadar bukan gw atau temen lain yang ingin lo hindarin, lo menghindari semua orang agar tidak ada seorangpun yang tahu kesedihan elo. Gw suka ngintip lo, gw kangen ditagih kerjaan, disalahin ini itu, ndapetin setumpuk note dengan tulisan lo yang jelek itu, atau sekedar dipelototin mata sipit lo, tapi gw cuma bisa nemuin lo saat sholat atau makan duanx dan itupun sudah terinterupsi dengan banyak hal dari temen yang lain. Dan lagu Immortal itu, gw yakin banget itulah ungkapan hati elo yang masih lum rela melepaskan pacar lo”

Rima hanya bisa menundukkan kepalanya mencoba membuat wajahnya biasa saja seperti ketika semua luka dan kesedihan datang mengampirinya, kali ini usaha itu gagal… Faizal datang disaat yang tepat dan seketika merobek topengi yang selama 2 bulan ini dipakainya.

“Hey…” 
Faizal mengangkat dagu Rima dan melihat airmata membasahi pipinya, tangannya hendak menghapusnya tapi tangan Rima telah lebih dulu bergerak menyapunya. Selama ini ia telah berusaha sekuat tenaga menutupi semua luka yang ia bawa, membangun tanggul dan bendungan yang kokoh agar dapat menampung semua airmatanya. Tapi malam ini bendungan itu justru jebol oleh orang yang belum lama dikenalnya bahkan tidak pernah ia perhatikan kecuali hasil kerjanya dan malam ini untuk pertama kalinya dalam hidup Rima ia menangis dihadapan seorang pria.

“Apa selain elo ada lagi yang tahu?”
Faizal tersenyum mendapat pertanyaan itu. Walaupun belum terlalu lama mengenal Rima tapi ia kenal betul sikap Rima yang selalu terlihat tegar dihadapan siapapun, seolah semua masalah yang datang padanya bisa ditangani lewat senyum atau omelannya tapi tidak pernah membuatnya menangis. Karena itu pula hampir semua rekan kerjanya mencurahkan keluh kesah dan rahasianya pada Rima. Karena itu pula ia mencintai Rima, tidak peduli betapa pedas kata-katanya di awal pertemuan mereka. Ia tidak marah, ia justru berterimakasih atas hasil evaluasi pekerjaannya. Sosok tegar yang ia kagumi sekaligus bikin geregetan karena ia tidak pernah tahu seperti apa isi hati Rima sebenarnya. Rima membagi semua hal dengan rekan kerjanya kecuali hatinya, hatinya terlalu susah untuk ditaklukkan. Faizal tahu ia telah berhasil meruntuhkan tembok itu dan hanya perlu bersabar agar Rima mengijinkannya masuk .

“Ngga’ ada… mereka bilang itu kebiasaan elo kalo lagi suka sama 1 lagu, katanya lo dulu pernah bikin Usher memohon-mohon keluar dari winamp lo”

Rima tersenyum kecil mendengar penuturan Faizal

“Iya.. pernah hampir seminggu gw cuma naro lagu “Separated” di winamp gw. Baru kali ini gw ngerasain sakitnya kehilangan seorang yang gw cintai. Rasa sakit ini membuat gw bisa memaklumi, kenapa ada beberapa orang yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. mereka bukan bodoh hanya tidak sanggup menahan sakitnya dan tidak tahu bagaimana mengatasinya. Sepertinya waktu berjalan sangat pelan and thank God banyak kerjaan yang menemani gw. Gw sedang berusaha sekuat tenaga mengatasi rasa sakit ini, gw pikir gw mampu dengan cara gw dan tiba-tiba lo mengacaukan segalanya. Thanks ya… setidaknya lo dah narik gw dari bintang kematian”
Rima hanya membuka sedikit kisahnya namun itu sudah cukup buat Faizal meneguhkan keyakinannya

“Gw yakin tanpa gw-pun suatu saat entah berapa lama lagi lo akan bangkit lagi, gw hanya ingin mempercepat proses recovery lo dengan menawarkan diri menjadi obat hati lo”
“Tapi tukang obat suka menjual obat penawar tidak bermutu” Rima mengucapkan dengan nada yang sangat getir
“obat yang gw tawarin laen Ma, mungkin hanya obat generic murahan tapi sudah disetujui WHO” Faizal membalasnya dengan sedikit canda namun dengan nada yang meyakinkan. Tak pernah lepas matanya mencari mata Rima, berharap Rima dapat melihat kejujuran dari setiap ucapannya.
“Masih lama dunx gw sembuhnya kalo make obat generic?”
“Lebih lama tapi efek samping yang ditimbulkan sangat kecil”
“Berapa lama obat lo bekerja?”
Kali ini Rima menatap Faizal, tatapannya masih penuh tanya. ia masih tidak percaya pria ganteng dan sukses yang bisa mendapatkan gadis cantik manapun yang diinginkannya kini menawarkan cintanya untuk wanita biasa sepertinya. Faizal tidak mau melewatkan detik-detik yang menentukan ini, kedua tangannya meraih kedua pipi Rima yang masih agak basah oleh air matanya. Faizal menemukan kerapuhan di mata Rima, ia samasekali tidak ingin melihat boneka porselen yang sangat ia sayangi ini hancur. Ia ingin Rima kembali seperti diri Rima sebenarnya, tegar dan angkuh.
“Selama yang lo butuhin, Rima. Sampai elo tidak lagi membutuhkan obatnya”
“Bagaimana kalo obat yang lo tawarin tidak bisa nyembuhin gw”
“Gw bakal meresepkan obat lainnya, asalkan tetep gw yang jadi tukang obatnya. Ijinkan aku mengobati luka hatimu”

Ruangan tiba-tiba menjadi sangat hening, bahkan suara helaan nafas mereka berdua tak terdengar, tertelan kalimat terakhir Faizal.

“Ma… gw tahu ini mengejutkan elo, pikirkan aja dulu, gw akan nunggu”
Rima kembali menurukan kedua tangan Faizal dari wajahnya, menekuk lutut dan menempelkan dahinya dikedua lututnya. ia memejamkan matanya dan membiarkan otaknya mengolah semua yang telah diserapnya. Kata hatinya berseru agar ia tidak beranjak dari cintanya namun rasio menuntunnya untuk lebih realistis menyikapi tawaran Faizal, menggantungnya terlalu lama hanya akan menyakitinya dan ia tidak mau kehilangan satupun sahabat yang sudah ia miliki. Ia tahu getar itu pernah ada, Faizal pernah menggetarkan hatinya ketika tengah malam mengetuk kamar tempat Rima menginap dengan sebuah cake mini dan 2 buah lilin di atasnya. "Nyanyikan lagu ulang tahun untukku Rim, hari ini gw genap berusia 27 tahun". Mereka merayakan berdua saja, dan Faizal memintanya untuk tidak memberitahukan pada siapapun. Tapi setelah itu sikap Faizal biasa saja sehingga Rima berpikir saat itu Faizal sedang bermasalah dengan pacarnya. Ia pun saat itu sedang memiliki masalah yang sama. Dan saat ini... getar itu hadir lagi, lebih nyata.

“Cal… Apa 2 bulan menurut lo terlalu lama?”

Faizal tergelak mendengar jawaban itu
“Gw ga nyangka Ma, ternyata untuk urusan cintapun lo samain jadwalnya dengan masa akhir proyek“
Rima yang sebenernya tidak memperhitungkan kalender proyek ikut tertawa hampir tidak mempercayai betapa dirinya telah terjebak oleh agenda-agenda kantor. Tawa bahagia memenuhi ruangan, mereka tahu akan kemana akhir hubungan ini. Rima berjanji akan memikirkannya, bersama tumpukan pekerjaannya ia juga akan memikirkan cintanya. Faizal tahu, menggantikan cinta lama dengan cinta baru dari Faizal tidaklah semudah mengganti "Immortal" dalam playlist Rima dengan lagu baru, tapi ia yakin, saat membahagiakan itu akan tiba. 

Like an apple on a tree hiding out behind the leaves
I was difficult to reach but you picked me
Like a shell upon a beach just another pretty piece
I was difficult to see but you picked me
Yeah… you picked me

2 comments:

siluet said...

sama aku juga penggemar si kribo ini...

siluet said...

sama aku juga penggemar si kribo ini...

Disini, untuk Sebuah Janji

Generasi masa kini mungkin telah memiliki pemikiran yang terbuka dalam mendefinisikan kewajiban anak kepada orang tua. Dari banyak opini di ...