Dalam sujudku semua kegundahanku meluruhkan airmata yang telah kutahan sepanjang perjalanan meninggalkan kantor hingga suara adzan ashar menyelamatkanku. Aku memilih berdiam diri lebih lama di rumah Tuhan menjernihkan pikiran, ah.... selalu saja aku baru mengingat-NYA saat tidak bisa memahami diri sendiri. Mungkin karena kadar keimananku seburuk kadar polusi udara Jakarta, aku tidak pernah menemukan jawabannya. Jawabannya hanya ada dalam telfon genggamku dengan menekan 1 dari 3 nomor yang paling mungkin aku hubungi. Tidak ada jawaban. Mungkin dia sedang menghabiskan liburan ini dengan kameranya. Kuhubungi 1 nomor lainnya
“Hello tante.. ini masih dikantor kah?”
Suara nan renyah itu menyapaku dengan backsound ke-2 bidadari kecilnya yang sepertinya sedang berebut mainan.
"Ngga’, ini sudah dalam perjalanan pulang. Gimana liburannya Ri, sepertinya lagi heboh nih”
"Hehhh ya gitu deh ponakanmu.”
sekarang keributan itu menjelma jadi suara tangisan yang memekakkan telinga. Aku menelfon bukan di saat yang tepat
"Besok lagi aku telfon deh, urus dulu tuh anakmu. Met liburan ya"
"Hahaha… iya nih. Nanti qt sambung lagi, ati-ati dijalan ya Tik. Kamu juga harus ambil waktu buat berlibur ya. Bye Bebek Jelek…"
"Bye bye Beruang Madu"
Tawa renyah sahabat dari masa kecil masih terdengar diujung telelpon, ingin rasanya terus mendengarkan ocehannya bahkan omelan Ibu Muda Riyana.
"Swastika Bebek"
"Hah?" aku tercengang mendengar nama belakangku dipanggil Bebek oleh teman sebangku yang bahkan belum memperkenalkan diri
"Itu, Swastika BK" dia menunjuk nama yang tertulis di sampul bukuku.
Aku memang paling malas menuliskan nama lengkapku yang cukup panjang, Swastika Berliana Kusumawardhani"
"Oh" aku tersenyum lebih tepatnya meringis, canggung dengan perkenalan awal ini namun juga menyukai keisengannya. Kuulurkan tangan dan memperkenalkan diri
"Namaku Swastika Berliana Kusumawardhani, kamu?"
"Riyana" dia menyambut tanganku dengan penuh semangat
Aku menunggunya menyebutkan nama lengkapnya.
"Riyana. Udah itu saja, namaku singkat, Riyana"
"Oh, hi, Riyana Saja"
Sejak saat itu kami menjadi sangat dekat, bukan hanya di sekolah kami juga bermain bersama diluar jam sekolah. Setiap masa ujian, kami secara bergantian menginap. Aku memanggilnya beruang madu bukan karena tubuhnya yang besar tapi karena sifatnya yang pemarah, Riyana adalah primadona sekolah. Cantik, tinggi, langsing, berkulit eksotis, senyumnya manis dan kerlingan matanya mematikan. Namun kalimat yang tersembur dari mulutnya saat marah jauh lebih mematikan, dan amarahnya sangat mudah tersulut bahkan hanya karena hal-hal sepele seperti tukang siomay lewat saat dia sedang diet atau pacarnya menjemput 10 menit lebih awal yang membuatnya harus terburu-buru dandan. Setelah menikah, beruang madu tak lagi ganas, sosok Rendi yang tenang dan tidak pernah menuntut apapun menjinakkan sedikit demi sedikit keganasan beruang madu. Tapi beruang madu tidak pernah jinak didepan Bebek, apalagi kalo sudah menyoal kehidupan asamaraku yang sangat buruk. Ahh.... sayang sekali, hari ini aku tidak mendengar omelannya. Sepertinya kali ini aku harus sendiri saja memikirkan kegundahanku.
Kuseret kakiku meninggalkan pelataran masjid dan menunggu taxi, pulang! Getaran dari dalam kantong jaketku menumbuhkan harapan, kulihat nama dalam layar dan senyum mengembang lebar penuh harap.
“Sorry tadi gw lagi di kamar mandi. udah pulang Tik?
Sejuk sekali suara sahabatku ini
“Udah… lo ada acara malam ini?
"Party dunx bu! Long weekend gitu loh”
"Oh.. "
hanya itu jawabanku, datar.. tak bersemangat. pada satu orang ini aku tidak bisa menyembunyikan apapun perasaan hatiku
"Gw becanda koq, di rumah aja. Ada beberapa foto yang harus di edit dan 2 laporan yang malas banget gw kerjain. Lo mau bantu?"
"hmm..." Mau! Tentu saja aku mau. Apa saja selain bertarung dengan diri sendiri.
Mataku mulai panas, aku tidak ingin menangis, aku hanya ingin menjawab pertanyaan Tony tapi tenggorkanku kering dan kalimatku tercekat diujungnya.
Tik.. kamu kenapa? Kamu ada masalah?
"Tik!! Tika!! Sekarang kamu dimana? "
Kecemasannya sebuah perhatian tulus yang selalu ada dalam diri Tony sahabat baikku bagaikan siraman air yang membasahi tenggorokanku.
"Aku masih di jalan, baru pulang dari kantor. Ton.. boleh aku main ke tempatmu?"
"Engga’ Tik, ngga’ boleh!!
"Tik!! Tika!! Sekarang kamu dimana? "
Kecemasannya sebuah perhatian tulus yang selalu ada dalam diri Tony sahabat baikku bagaikan siraman air yang membasahi tenggorokanku.
"Aku masih di jalan, baru pulang dari kantor. Ton.. boleh aku main ke tempatmu?"
"Engga’ Tik, ngga’ boleh!!
Lo sekarang pulang, mandi, istirahat dan jangan kemana-mana.
"Gw ke kontrakan lo sekarang juga, lo denger gw Tik?"
"Thanks Ton."
"Thanks Ton."